Definisi Lahan Kering

Definisi Lahan Kering

Kamis, 19 Januari 2023

Pengobatan Tradisional Bapak Yohanes E. Kause

HP. 082 144 452 053

Sang Tabib beserta istri tercinta (Bagian depan) dan personel Pondok Pelayanan Kasih

 

Pada akhir tahun 2020 saya menderita sakit di bagian pipi kanan sebelah dalam. Gejala penyakit ini adalah pipi bagian dalam saya terasa kaku dan terdapat garis putih yang dikelilingi oleh bagian yang berwarna merah yang lama-kelamaan seluruhhnya berwarna merah dan melepuh Ketika terkena makanan atau minuman panas. Awalnya saya mengira itu adalah penyakit mulut yang sama dengan jamur mulut, yang di dunia medis disebut cancidiasis, dan dalam bahasa daerah saya disebut goma.

Karena keengganan ke Rumah Sakit di masa pandemic Covid-19, Sayapun berusaha mengobati sendiri penyakit ini dengan menggosokkan getah tanaman jarak (dalam Bahasa local disebut damar putih). Getah tanaman itu membuat pipi saya semakin kaku. Kadang-kadang kaku sekali, kadang-kadang agak lemas. Saya bergelut dengan penyakit ini sekitar 5 bulan. Akhirnya saya mencoba memeriksakan diri ke dokter dan saya dinyatakan menderita penyakit yang disebut oral lichen planus. Yang membuat sata stress adalah penyakit ini adalah penyakit autoimun yang tidak dapat disembuhkan. Walapun demikian saya tetap menjalani pengobatan untuk mengurangi gejalanya. Saya diberi obat prednisone yang sudah dijadikan bubuk untuk berkumur 3 kali dalam sehari. Dosisnya mulai dari 10 mg sampai 20 mg. setelah sekitar sebulan menggunakan topical prednisone ini mulut saya mulai mengalami jamuran dan saya harus menkonsumsi obat jamur mulut selama 2 minggu.

Karena gejalanya tidak berubah, dokter meminta saya untuk menggunakan obat itu secara oral 3 kali sehari senbanyak 20 mg sekali minum. Dalam waktu kurang dari 1 minggu gejalanya berkurang secara drastis tetapi luka bekas lepuhan masih ada dan lambung saya bermasalah. Akhirnya saya diberi obat maag tetapi tetap mengkonsumsi prednisone dengan dosis yang sama. Setalah 20 hari saya mulai merasa kelelahan, muncul benjolan hitam yang banyak di tubuh saya, kegiatan fisik yang biasanya sangat ringan membuat jantung saya berdegup kencang dan pandangan saya menjadi gelap. 2 hari kemudian betis saya mulai sering kejang walaupun tidak dipakai untuk berjalan.

Saya mengkomunikasikan hal itu dengan dokter yang menangani saya dan dokter menyangsikan jika itu adalah efek samping prednisone dan menyarankan saya untuk kosultasi ke dokter kulit. Setalah melihat gejala di kulit saya dan mendengarkan knonologis penyakit saya dokter kulit inipun menyatakan bahwa lichen planus yang saya alami sudah bukan hanya di rongga mulut saya, tetapi sudah muncul di kulit dan saya disarankan untuk tetap melanjutkan penggunaan prednisone.

Dalam kebingungan dan keputusasaan saya mencari informasi tentang efek samping prednisone (kortikosteroid). Betapa takutnya saya setelah membaca cukup banyak artikel tentang obat ini dan hampir semua gejala yang saya alami merupakan gejala efek samping dari obat ini. Sayapun mencoba berdiskusi dengan dokter spesialis penyakit dalam lewat aplikasi Alodoc. Setelah mendengar penjelasan dan melihat gamber gejala yang saya tampilkan, sang dokter meyakinkan saya bahwa kemungkinan besar saya mengalami efek samping penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dan meminta saya untuk segera menemui dokter yang menangani saya untuk mempertimbangkan penurunan dosis secara tepat guna menghindari efek samping yang lebih parah dan sekaligus gejala putus obat kortikosteroid.

Mungkin karena stress atau karena mengkonsumsi kortikosteoid, lambung saya semakin parah, yang menyebabkan tenggorokan dan telinga saya sakit. Dokter spesialis THT menyatakan bahwa kerusakan itu disebabkan karena asam lambung dan saya harus konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam. Selama beberapa minggu saya bolak-balik rumah sakit 3 kali dalam seminggu untuk konsultasi dengan dokter berkaitan dengan penyakit yang saya alami. Di samping ke RS saya juga berkonsultasi dan berobat dengan psikiater selama hampir 1 bulan.

Semua upaya ini secara simultan sedikit memberi perubahan tetapi dengan mengkonsumsi obat yang sangat banyak, dan risiko ketergantungan beberapa jenis obat. Semuanya itu membuat saya semakin stress. Berat badan saya menyusut sekitar 8 – 10 Kg dalam bebrapa bulan sampai ada teman yang menyarankan saya untuk melakukan pengobatan tradisional.

Bermacam-macam obat, baik yang diberikan oleh dokter maupun obat yang saya temukan di internet talah saya coba tetapi tidak memberikan hasil yang baik. Sayapun memutuskan untuk mengunjungi tempat pengobatan tradisional tersebut.

Sesampainya di sana, sang tabib memeriksa keadaan Kesehatan saya lewat kuku saya dan gejala yang muncul di rongga mulut saya. Beliau mengatakan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan. Akhirnya saya memutuskan untuk menjalani pengobatan di tempat itu. Dalam waktu sekitar 2 minggu luka di mulut saya sembuh, warna merah juga menghilang hanya tinggal garis putih pada bagian tepinya tetapi tidak berasa sakit lagi. Sekarang saya sudah bisa mengkonsumsi makanan panas dan berat badan saya juga mulai naik Kembali.

 

PUSAT PENGOBATAN TRADISIONAL PELAYANAN KASIH

Awal saya mengunjungi tempat ini, di benak saya tempat ini hanya sebuah tempat memeriksakan Kesehatan biasa, yang Jika ditemukann penyakit pada orang yang memeriksakan diri maka akan diberi ramuan dan pasien meramu obatnya sendiri di rumah masing-masing.

Apa yang saya perkirakan ternyata salah karena obat atau ramuan yang harus dikonsumsi oleh pasien adalah obat siap minum yang sudah diramu dan dimasak di tempat itu. Pasien hanya membawa wadah untuk mengambil dan mengkonsumsi di rumah masing-masing sesuai anjuran sang tabib. Setelah kali kedua saya memeriksakan diri di tempat itu saya semakin kagum karena di tempat tersebut terdapat cukup banyak pasien yang menjalani rawat inap di bawah pengawasan sang tabib, yang Bernama Joni Kause. Pusat pengobatan ini terletak di Desa Oeletsala, Kabupaten Kupang.

Berdasarkan penuturan semua pasien rawat inap setiap hari ada doa bersama yang dipimpin oleh Bapak Joni kause selaku tabib di tempat itu. Mereka secara Bersama-sama mendoakan kesehatan mereka serta orang-orang yang berobat jalan di tempat itu karena semua pasien, baik yang rawat inap maupun rawat jalan, mencatat nama mereka di sebuah buku khusus pasien.

Banyak sekali orang yang berobat di tempat ini mulai dari masyarakat biasa sampai pejabat, dengan penyakit-penyakit biasa sampai penyakit berat, bahkan penyakit yang sulit dijalaskan secara medis. Yang luar biasa adalah banyak pasien yang berobat ke sana dalam keadaan yang cukup parah, yang membuat dokter di tempat mereka berobat sebelumnya angkat tangan, bahkan menurut para pasien dokterlah yang merekomendasikan mereka untuk berobat di Pusat Pengobatan Pelayanan Kasih ini. Bapak Jonipun mengaminkan hal itu tetapi dengan ketulusan berkata: “saya hanya berusaha mengobati, tetapi iman masing-masing orang yang menyembuhkan, dan Tuhan mampu menyembuhkan penyakit yang mustahil disembuhkan sekalipun”. Yang lebih luar biasa lagi adalah tidak ada patokan tarif pengobatan yang diwajibkan. Masing-masing pasein memberi dengan kerelaan mereka sendiri.

Tempat pengobatan ini hampir sama seperti rumah sakit, bedanya adalah ruang dan Gedung pengobatannya berbeda jauh dari rumah sakit, tetapi suasana keabraban para pasien sangat dalam, bahkan seperti satu keluarga. mereka melakukan aktivitas sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan sebagainya secara Bersama-sama. Secara fisik mereka diobati tetapi secara psikis mereka saling menguatkan dan saling mendoakan.

Tabib di tempat ini (Bapak Joni Kause) tidak pernah menjalani Pendidikan medis, tetapi berdasarkan penuturannya karunia ini diberikan Tuhan kepada beliau untuk bisa mempraktekan iman kepada Tuhan dan kasihnya kepada sesama. Tanpa bertanya asal dan agama semua orang dilayaninya dengan suka cita. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang petani, Ayah dua orang putri ini mendedikasikan hidupnya sejak tahun 2005 untuk melayani orang-orang sakit di rumahnya. Rumah kecil yang reot, tetapi cukup banyak orang yang untuk sementara waktu belum bisa diterima untuk menjalani rawat inap di tempat ini karena kurangnya ruang tidur, bahkan beberapa pasien ditempatkan di rumah tetangga atau saudara sang tabib desa ini ketika menjalani rawat inap karena keadaan pasien yang sudah memprihatinkan.

 

Rumah Pengobatan Pelayanan Kasih Oeletsala

 

 

 

 

Perjalanan penyakit salah satu pasien yang mengalami bengkak dan abses di bagian pipi sampai dagu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemeriksaan pasien yang dilakukan oleh Bapak Joni karena pasien tidak bisa duduk ataupun berdiri

Keadaan pasien setelah beberapa hari dirawat jalan

 

Pasien rawat inap yang sedang antri untuk pemeriksaan dan pengobatan rutin

 

 

 

 

 

 

 

Penyiapan obat yang harus dikonsumsi oleh pasien

Pembagian dan penyerahan obat kepada pasien dalam wadah yang dibawa oleh pasien

 

 

 

 


Senin, 27 Juni 2022

Nusa Tenggara Timur: Lahan Kering Kepulauan di Indonesia

Tidak ada definisi tunggal yang disepakati tentang istilah lahan kering. Dua definisi yang paling diterima secara luas adalah FAO dan Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (UNCCD, 2000). FAO telah menetapkan lahan kering sebagai daerah dengan masa tanam yang panjang (LGP) dari 1-179 hari, secara klimatologi dikategorikan sebagai gersang, semi-kering dan kering lembab. Klasifikasi UNCCD menggunakan rasio dari curah hujan tahunan menjadi evapotranspirasi potensial (P/PET). Nilai ini menunjukkan jumlah maksimum air yang bisa hilang, seperti uap air, dalam waktu tertentu iklim, oleh hamparan vegetasi yang terus-menerus menutupi seluruh tanah dan disuplai secara baik dengan air, termasuk penguapan dari tanah dan transpirasi dari vegetasi di wilayah tertentu dalam suatu interval waktu. Lahan kering menurut klasifikasi UNCCD dicirikan oleh P/PET dari antara 0,05 dan 0,65.

Di Indonesia stilah lahan kering secara umum selalu diakaitkan dengan lahan tanpa pengairan sehingga pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Suawesi, Maluku dan Papua juga dikategorikan daerah lahan kering karena ada daerah-daerah pertanian yang tanpa sistem irigasi permanen. tidak ada yang salah dengan pengertian itu, tetapi lahan kering dalam pengertian tersebut secara klimatologis berada di zone agroklimat basah. istilah lahan kering yang lebih tepat adalah lahan tanpa pengairan di area yang tidak pernah jenuh oleh air secara permanen sepanjang musim. secara klimatologis daerah demikian pada umumnya terdapat pada daerah yang curah hujannya relatif rendah dan termasuk daerah Arid dan Semi Arid. beberapa indikator untuk menyatakan suatu daerah sebagai daerah arid dan semi arid adalah hubungan antara rata-rata bulan hujan dan potensi evapotranspirasi. Selain itu juga bisa didasarkan atas nilai Indeks Ariditas. Daerah Semi Arid didefinisikan sebagi daerah yang nilai Indeks Ariditasnyah antara 10 - 20. Menurut kriteria Ferguson, dikatakan bulan basah apabila CH-nya < 60 mm/bulan dan dikatakan bulan kering apabila CH-nya > 100 mm/bulan. Selanjutnya suatu daerah disebut kering apabila memiliki 4,5 – 7,9 bulan kering. Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman (bulan kering = CH < 100 mm/bulan). 

Klasifikasi agroklimat di daerah tropik menurut Throll (1966) adalah CH bulanan, dimana CH bulanan > dari 200 mm/bulan disebut bulan basah. Selanjutnya berdasarkan banyaknya bulan basah dalam setahun, daerah tropik dapat dibagi menjadi 4 (empat) zone agroklimat yaitu:

a. Daerah beriklim sangat lembab, dengan bulan basah > 9 bulan.
b. Daerah beriklim sangat lembab, dengan bulan basah > 7 – 9 bulan
c. Daerah beriklim sangat lembab, dengan bulan basah > 4,5 - 7 bulan
d. Daerah beriklim setengah kering, dengan bulan basah > 2 – 4,5 bulan.
e. Daerah beriklim kering, dengan bulan basah < 2 bulan.


jika didasarkan pada penjelasan diatas, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebenarnya secara keseluruhan tidak persis termasuk daerah Semi Arid, karena terdapat daerah-daerah yang memiliki CH bulanan relatif tinggi. Secara klimatologis menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, sekitar 60 % daratan di NTT bertipe iklim E, 30 % nya F dan 10 %nya dengan tipe iklim B dan D. Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman, 62,6 % dari total wilayah NTT memiliki 7-9 bulan kering (Tipe D4 dan E3). Itulah sebabnya, Soegiri (1972 dalam Widyatmika, 1987) berpendapat bahwa NTT termasuk wilayah beriklim kering (Arid) atau semi kering (Semi Arid) dan vegetasinya cenderung didominasi oleh savana dan stepa. 

NTT disebut sebagai wilayah kepulauan dengan iklim kering karena wilayahnya yang terdiri atas 75,0% laut dan sisanya daratan. Wilayah NTT seluas 47.349,90 km2, terdiri dari 566 buah pulau besar dan kecil, dan hanya 42 pulau yang berpenghuni. Secara morfologis topografis, 73,13 % wilayah daratannya bergunung dan berbukit, yang dengan kemiringan 15 %-40 % seluas 38,07 % dan dengan kemiringan > 40 % seluas 35,46 %; dengan variasi ketinggian tempat antara 100-1.000 m di atas permukaan laut. Menurut laporan CIDA (1976) dari total luas wilayah NTT, ada 66,4 % (3.227.660 ha) yang memiliki kemiringan tajam sehingga tidak cocok diusahakan sebagai lahan pertanian. Luas lahan pertanian sekitar 1.637.000 ha (34 % dari luas wilayah), 92 %nya adalah lahan kering. Berdasarkan beberapa data di atas maka jelaslah bahwa sebagian besar wilayah NTT adalah didominasi oleh lahan kering beriklim kering. Lahan kering di NTT tersebar di Timor Barat, Sumba, Alor, Sabu dan Flores.


Sumber: 
  1. Arnon, I. 1992. Agriculture in Dry Lands: Principles and Practice, Elsevier Science Publisher. Netherlands
  2. Tim Penulis, 2017, Bahan Ajar Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata Prodi       Agroteknologi. Fakultas Pertanian Undana. Kupang
  3. Souries, V., P. Tow. 1991, Dryland Farming: A Systems Approach. Sydney University Press. Melbourne.

Rabu, 20 Juni 2012

ikan koan





Hipofisasi Ikan Koan










My Syahrawati
Jacqualine A. Bunga
Yasintha L. Kleden
Nia Kurniawati
Don  Kadja





























I. PENDAHULUAN


Latar Belakang

Gulma air adalah tumbuhan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di tempat yang berair dan yang menimbulkan kerugian pada berbagai usaha manusia.  Menurut Mitchell (1974), gulma air dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu yang tumbuh dibagian tepi (marginal weed), didalam air (submerged weed), muncul dipermukaan air (emerged weeds), dan mengapung bebas ( free floating weeds).
Gulma air mengganggu usaha tani atau lingkungan hidup karena : 1). bersaing dengan tanaman budidaya sehingga menurunkan produksi;  2). mengganggu : a.  sistem irigasi dan drainase, (b). pusat listrik tenaga air, (c) usaha perikanan, tempat rekreasi dan angkutan air;  3). Menyebabkan kehilangan air karena evapotranspirasi; 4). Menimbulkan pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan umum; 5).  Mengakibatkan terjadinya banjir; dan 6). Menjadi tempat hidup (inang) bagi vektor penyebab penyakit (Achmad, 1971).
Pengelolaan gulma air telah dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan pencegahan, fisik, mekanik, dan pemanfaatannya, kimia, dan hayati.
Pengendalian secara mekanik umumnya mahal, karena memerlukann  banyak tenaga manusia atau alat dan sarana lain yang mahal.  Selain itu dengan cara ini maka pengendaliannya harus sering dilakukan.  Sedangkan dengan cara kimiawi dapat dilakukan dengan cepat dan relatif lebih murah, tetapi  menimbulkan dampak negatif.
Pengendalian hayati merupakan cara yang cukup efektif  untuk dikembangkan karena bila  usaha ini berhasil maka dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu lama dan tidak perlu sering diulang.  Selain itu penggunaan agen alami tidak menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah.  Namun kelemahan dari penggunaan agen hayati ini adalah memerlukan waktu yang cukup lama dan berubahnya status dari agen pengendali hayati menjadi hama baru. 
Ikan koan (Ctenopharyngodon idella) atau biasa disebut grass carp merupakan salah satu agen pengendali hayati gulma air yang sangat potensial  (Sucipto, 2012), karena dapat mengkonsumsi gulma air sampai 10 kali berat tubuhnya.  Sebagai contohnya lebih dari 10 tahun danau Kerinci telah kembali terbebas dari eceng gondok karena pemanfaatan ikan koan. Selain itu, produksi ikan koan, juga sudah menjadi komoditas lain yang memberikan penghasilan kepada para nelayan (Maruli, 2011). Sebagai ikan pemangsa tanaman air khususnya eceng gondok, ikan koan sangat rakus, dapat bertumbuh dan berkembang biak dengan cepat, mempunyai cita rasa yang  lezat dan kandungan gizinya tergolong tinggi.
 Ikan koan berasal dari Siberia yang merupakan negara sub tropis, tetapi dapat hidup di daerah tropis maupun sub tropis. Namun untuk perkembangbiakkannya di daerah tropis harus dibantu melalui proses hipofisasi. Hipofisasi ini dimaksudkan untuk mempercepat masaknya gonad. Karena ikan memiliki potensi yang sangat besar inilah sehingga mahasiswa yang mempelajari tentang gulma, khususnya gulma air dan pengendaliannya harus mengetahui cara melakukan hipofisasi pada ikan koan dalam rangka membantu reproduksinya.



















II. DASAR TEORI



Cara pemijahan ikan grass garp dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.     Induced breeding
Pemijahan secara Induced Breeding yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa ikan donor atau menggunakan hormon LHRH-a atau ovaprim™. Induk betina disuntik 2 kali dengan selang waktu 4 s/d 6 jam, apabila menggunakan kelenjar hipofisa 2 dosis tetapi apabila menggunakan ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg. Penyuntikan pertama 1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian.
Induk jantan disuntik cukup sekali, menggunakan kelenjar hipofisa 1 dosis, bila menggunakan ovaprim 0,15 ml/kg dan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina.  Kedua induk ikan setelah disuntik dimasukan ke dalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa, setelah 6 jam dari penyuntikan pertama induki betina diperiksa kesiapan ovulasinya setiap 1 jam sekali, dengan cara diurut secara perlahan. Ikan yang akan memijah biasanya ditandai dengan saling kejar, perut besar dan lunak, keluar cairan kuning dari lubang kelamin.
Setelah tanda-tanda tersebut, induk jantan dan betina diangkat untuk dilakukan stripping (pengurutan) yaitu dengan mengurut bagian perut ke arah lubang kelamin. Telurnya ditampung dalam wadah/baki plastik dan pada saat bersamaan induk jantan di-stripping dan spermanya ditampung dalam wadah yang lain kemudian diencerkan dengan cairan fisiologis (NaCl 0,9 %) atau cairan Sodium Klorida.
Sperma yang telah diencerkan dituangkan kedalam wadah telur secara perlahan-lahan serta diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih dan diaduk secara merata sehingga pembuahan berlangsung dengan baik. Untuk mencuci telur dari darah dan kotoran serta sisa sperma, tambahkan lagi air bersih kemudian airnya dibuang, lakukan beberapa kali sampai bersih, setelah bersih telur dipindahkan kedalam wadah yang lebih besar dan berisi air serta diberi aerasi, biarkan selama kurang lebih 1 jam sampai mengembang secara maksimal.

2.     Induced spawning
Pemijahan secara Induced Spawning perlakuannya sama seperti pemijahan Induced Breeding, hanya setelah induk jantan dan betina disuntik, dimasukan ke dalam bak pemijahan dan dibiarkan sampai terjadi pemijahan secara alami.
Setelah memijah maka induk jantan dan betina dikeluarkan dari bak pemijahan dan telur yang sudah dibuahi ditampung dalam wadah yang berisi air serta diaerasi dan dibiarkan sampai mengembang secara maksimal.
3.     Penetasan Telur
Penetasan dilakukan di dalam hapa corong berdiameter 40 cm dan tinggi 40 cm dengan mengalirkan air dari bawah untuk memutar air yang berisi telur agar tidak menumpuk. Padat penebaran telur 10.000 butir/corong. Telur akan menetas dalam waktu 20-24 jam pada suhu 29°C. Selain di dalam hapa corong penetasan dapat juga dilakukan di dalam akuarium (40 x 60 x 40) cm yang dilengkapi dengan aerasi. Padat tebar telur 5.000 butir/akuarium pada suhu 26 s/d 29°C, telur akan menetas dalam waktu 20-24 jam.
4.     Pemeliharaan Larva
Setelah menetas larva di pelihara dalam corong yang sama, namun sebelumnya telur-telur yang tidak menetas di buang dahulu. Lama pemeliharaan dalam corong 4 hari. Apabila telur ditetaskan dalam akuarium , setelah menetas larva bisa dipelihara di akuarium yang sama namun sebelumnya telur yang tidak menetas dan ¾ bagian air di buang dahulu dan diisi air yang baru. Larva yang sudah berumur 4 hari bisa langsung di tebar di kolam pendederan, atau di beri pakan alami berupa nauplii Artemia, Brachionus atau Moina. Pemeliharaan larva dalam akuarium selama 10 hari, air harus di ganti setiap hari sebanyak 2/3 bagian.









III. METODE

a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah :
  1. Penggerus
  2. Pinset
  3. Papan (alas)
  4. jarum suntik
  5. Centrifugal

  1. Timbangan
  2. Pisau
  3. kapas
  4. petridish
  5. Tissue  

Bahan yang dibutuhkan adalah :
  1. Aquabidest
  2. Ikan koan
  3. Ikan donor (ikan mas Majalaya)
  4. Alkohol 95%

b. Langkah Kerja :
1.     siapkan alat untuk melakukan penyuntikan hipofisa
2.     siapkan ikan koan dan ikan donornya
3.     timbang ikan koan disesuakan dengan berat ikan donor (ikan mas majalaya)
4.     ikan donor dipotong bagian kepalanya untuk diambil hipofisanya
5.     kelenjar hipofisa diletakkan di atas tisu yang bersih
6.     kelenjar hipofisa dari ikan donor digerus dengan alat penggerus
7.     dilarutkan dengan aqubides
8.     larutan hasil gerusan disentrifugasi
9.     larutan hipofisa yang telah disntrifugasi diambil dan disuntikan pada ikan koan pada bagian siripnya





III. PEMBAHASAN

Proses reproduksi ikan koan seperti halnya mahluk hidup yang lain, harus melalui tahap pematangan gonad. Tanda-tanda induk yang telah matang gonad: Betina, perut mulai bagian dada sampai ke arah pengeluaran membesar, bila ditekan terasa lembek, lubang kelamin agak kemerahan dan agak menyembul keluar serta gerakan relatif lamban. Jantan, dibandingkan dengan betina bentuk badan relatif lebih langsing, sirip dada bagian atas kasar dan bila perut diurut kearah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih (sperma).
Pemasakan gonad ikan koan harus dibantu dengan penyuntikan hipofisa, yang terlebih dahulu dimulai dengan penyiapan alat seperti yang tertera pada bab II:
a
 
b
 
c
 
d
 
Gambar 1.   a) alat penggerus dan quabides; b) balok sebagai alas; c) sentrifuge,
d)pinset, jarum suntik, dan cawan petri (sumber: koleksi probadi)

Untuk melakukan penyuntikan dibutuhkan ikan koan yang sudah siap, jadi perlu dipilih ikan koan jantan dan betina  dan ikan donor yang sudah cukup umur ± 1 tahun (gambar 1). Ciri-ciri fisik ikan ini adalah warna abu-abu gelap kekuningan dengan campuran perak kemilau, badan memanjang, kepala lebar dengan moncong bulat pendek, gigi paringeal dalam deretan ganda dengan bentuk seperti sisir. Ikan grass carp dapat mencapai ukuran panjang maksimal 120cm dan bobot tubuh 20 kg. Induk ikan grass carp sudah dapat memijah pada umur 3 - 4  tahun dengan berat betina mencapai 3 kg dan jantan 2 kg. Pemijahan biasanya terjadi pada musim penghujan (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, 2010).
Gambar 2. Ikan koan yang sudah cukup umur untuk
proses hipofosasi (Sumber: Koleksi pribadi)

Untuk satu kali proses hipofisasi diperlukan 2 ikan koan (jantan dan betina) dan 3 ikan donor.  Sebelum proses ini dilakukan, imbang ikan donor (ikan mas Majalaya karena ikan ini netral yaitu dapat menjadi donor untuk berbagai ikan), harus ditimbang agar sesuai dengan berat ikan koan, dimana berat ikan donor harus 1,5 kali berat ikan koan.
Gambar 3. Ikan mas Majalaya yang dipakai
              sebagai donor kelenjar hipofisa
              (Sumber: Koleksi pribadi)

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah  memotong  kepala Ikan donor dan ketika dipotong ikan harus dalam posisi tegak tegak. Setelah itu belah kepala bagian atas (bagian otaknya),  dilakukan dengan hati-hati agar otak dan kelenjar hipofisanya tidak rusak.
Gambar 3. Proses pemotongan kepala ikan donor (Sumber: Koleksi pribadi)

Langkah selanjutnya, setelah kelenjar hipofisa  terlihat (bentuknya bulat berwana putih dan berukuran kecil), maka diambil dengan pinset, lalu diletakkan diatas tisu yg bersih, tetapi sebelumnya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam cawan petri yang sudah diberi alkohol 95 %, dengan tujuan untuk mensterilkan kelenjar hipofisa sebelum disuntukan ke ikan koan.
a
 
b
 
c
 
Gambar 4. a) letak hipofisa pada bagian kepala ikan donor:dibawah jaringan otak;
 b) kelenjar hipofisa yang ditrerilkan dalam alkohol 95 %; c) kelenjar
  hipofisa yang dikeringkan dengan kertas tisue (Sumber: Koleksi pribadi)

Setalah dibiarkan diatas tisu untuk mengeringkan sisa alkohol,  kelenjar hipofisa tersebut digerus dengan menggunakan penggerus sampai lumat (dalam proses ini kelenjar tadi diangkat menggunakan pinset secara hati-hati dan diletakkan pada tangkai penggerus yang kemudian diamasukkan dalam tabung penggerus. Penggerusan dilakukan dengan memutar-mutar tangkai penggerus di dalam tabung sampai kelenjarnya, hancur sambil ditambahkan aquabides secara perlahan-lahan dengan takaran 1 – 2mL dengan menggunakan jarum suntik).  jika tidak ada alat penggerus dapat menggunakan sendok yang bersih.
a
 
b
 
              Gambar 5. a) peletakan jaringan hipofisa pada tangkai penggerus;
                                 b) penggerusan dilakukan dengan memutar-mutar
                             tangkai penggerus pada lubangnya (Sumber: Koleksi pribadi)

Setalah membentuk larutan, larutan tersebut diambil dengan menggunakan jarum suntik dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk disentrifugasi selama beberapa menit. Tujuan dari sentrifugasi adalah untuk memisahkan cairan dan endapannya.  Jika alat sentrifugasi tidak ada maka kita biarkan/diamkan selama beberapa waktu agar terpisah antara endapan dan cairan tersebut. Ciran yang biasanya terdapat pada lapisan atas, diambil  dengan cara menyedotnya menggunakan jarum suntik.
a
 
b
 
         Gambar 6.a) pengambilan hasil gerusan kelenjar hipofisa;
                      b) sentrifugasi hasil gerusan kelenjar hipofisa (Sumber: Koleksi pribadi)

Langkah selanjutnya adalah penyuntikan. Sebelum dilakukan penyuintikan harus dipastikan terlebih dahulu di dalam jarum suntik tersebut tidak terdapat udara. Penyuntikan harus dilakukan pada ikan koan dengan posisi tegak. Ikan koan betina disuntik sebanyak dua kali, dimana suntikan pertama dilakukan dibawah sirip sebelah kanan pada sisik no 3 dari atas. Penyuntikan yang kedua dilakukan dengan selang waktu sekitar 4 – 6 jam setelah penyuntikan pertama. penyuntikan kedua pada ikan koan betina dilakukan di sebelah kiri (bagian yang bersebelahan dengan bagian pada penyuntikan pertama. Ikan koan jantan disuntik bersamaan dengan penyuntikkan ikan koan betina yang kedua
    Gambar 7. tempat peyuntikan hipofisa pada ikan koan (Sumber: Koleksi pribadi)

Setelah semua ikan disuntik maka masukkan kedua ikan dalam kolam yang sudah disediakan (proses fertilisasi). Jika proses penyuntikan cairan hipofisa ini berhasil biasanya pada 9 – 12 jam setelah penyuntikan pertama akan terjadi ovulasi, Namun jika tidak berhasil maka dilakukan plotot (dengan cara diurut secara perlahan). Ikan yang akan memijah biasanya ditandai dengan saling kejar, perut besar dan lunak, keluar cairan kuning dari lubang kelamin. Setelah tanda-tanda tersebut, induk jantan dan betina diangkat untuk dilakukan stripping (pengurutan) yaitu dengan mengurut bagian perut ke arah lubang kelamin. Telurnya ditampung dalam wadah/baki plastik dan pada saat bersamaan induk jantan di-stripping dan spermanya ditampung dalam wadah yang lain kemudian diencerkan dengan cairan fisiologis (NaCl 0,9 %) atau cairan Sodium Klorida (Mano, 2012).
a
 
b
 
Gambar 8. perbedaan jenis kelamin ikan koan:
a)     ikan jantan; b) ikan betina (Sumber: Koleksi pribadi)

             



Sperma yang telah diencerkan dituangkan kedalam wadah telur secara perlahan-lahan serta diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih dan diaduk secara merata sehingga pembuahan berlangsung dengan baik. Untuk mencuci telur dari darah dan kotoran serta sisa sperma, tambahkan lagi air bersih kemudian airnya dibuang, lakukan beberapa kali sampai bersih (Respati, 1998).                 Telur yang akan dihasilkan, baik dari proses pembuahan alami maupun proses pengurutan kemudian dimasukkan ke dalam corong kain yang ujungnya disambungkan dengan selang untuk menghasilkan turbelensi karena gerakan air yang akan keluar lewat seang ke arah kolam melalui corang (sering disebut hapa) tersebut. Tujuan dari langkah ini adalah agar telur tidak menggumpal (mengumpul) karena jika telur menumpuk (menggumpal) maka  telur-telur tersebut tidak akan menetas.
          Laporan ini disertai dengan video untuk melengkapi pemahaman tentang cara penyiapan alat dan cara penyuntikan hipofisa pada ikan koan yang dilakukan oleh teknisi pada Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan.












IV. PENUTUP

Kesimpulan
             Proses hipofisasi merupakan suatu cara untuk mengembangkan ikan koan pada daerah tropis. Cara ini dilakukan dengan cara mengambil kelenjar hipofisa dari ikan donor dan ikan yang biasanya digunakan untuk proses ini adalah ikan ikan mas Majalaya karena ikan ini netral yaitu dapat menjadi donor untuk berbagai ikan, dimana berat ikan donor harus 1,5 kali berat ikan koan. Penyuntikan ikan koan betina sebanyak dua kali, dimana suntikan pertama dilakukan dibawah sirip sebelah kanan pada sisik no 3 dari atas. Penyuntikan yang kedua dilakukan dengan selang waktu sekitar 4 – 6 jam setelah penyuntikan pertama. penyuntikan kedua pada ikan koan betina dilakukan di sebelah kiri (bagian yang bersebelahan dengan bagian pada penyuntikan pertama. Ikan koan jantan disuntik bersamaan dengan penyuntikkan ikan koan betina yang kedua.

















DAFTAR  PUSTAKA


Achmad, S. 1971. Problems and Control of aquatic weeds in Indonesian Open Waters. Proceeding 1st Indonesian Weed Science Conference. Bogor.

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi., 2010. Teknik Pembenihan Ikan Grass Carp (Ctenopharyngodon idella). Website : www.bbpbat.net. Diakses tanggal 16 Mei 2012, pkl. 20.00 WIB

Mano, D., 2012. Budidaya Ikan Koan Berantas Enceng Gondok. Antara News. http://www.antaragorontalo.com/berita/178/budidaya-ikan-koan-berantas-enceng-gondok.html. Diakses tanggal 16 Mei 2012, pkl. 19.30 WIB

 

Maruli, A. 2011. Ikan Koan Bersihkan Eceng Gondok Danau Kerinci. Antara News. http://www.antaranews.com/berita/259262/ikan-koan-bersihkan-eceng-gondok-danau-kerinci. Diakses tanggal 16 Mei 2012, pkl. 20.05 WIB

Mitchell, D.S. 1972. The Kariba Weed: Salvinia molestaI. British Fern Gezette

Respati, H. 1998. Budidata Ikan Kowan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sucipto, A., 2012. Budidaya ikan koan. http://www.adisucipto.com/2012/02/   budidaya-ikan-koan/. Diakses tanggal 16 Mei 2012, pkl. 19.40 WIB