Hipofisasi Ikan Koan
My Syahrawati
Jacqualine A. Bunga
Yasintha L. Kleden
Nia Kurniawati
Don Kadja
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gulma air adalah tumbuhan yang
sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di tempat yang berair dan yang
menimbulkan kerugian pada berbagai usaha manusia. Menurut Mitchell (1974), gulma air dibedakan
ke dalam beberapa golongan yaitu yang tumbuh dibagian tepi (marginal weed),
didalam air (submerged weed), muncul dipermukaan air (emerged weeds), dan
mengapung bebas ( free floating weeds).
Gulma air mengganggu usaha tani atau
lingkungan hidup karena : 1). bersaing dengan tanaman budidaya sehingga
menurunkan produksi; 2). mengganggu :
a. sistem irigasi dan drainase, (b).
pusat listrik tenaga air, (c) usaha perikanan, tempat rekreasi dan angkutan
air; 3). Menyebabkan kehilangan air
karena evapotranspirasi; 4). Menimbulkan pencemaran lingkungan dan masalah
kesehatan umum; 5). Mengakibatkan
terjadinya banjir; dan 6). Menjadi tempat hidup (inang) bagi vektor penyebab
penyakit (Achmad, 1971).
Pengelolaan gulma air telah
dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan pencegahan, fisik, mekanik,
dan pemanfaatannya, kimia, dan hayati.
Pengendalian secara mekanik umumnya
mahal, karena memerlukann banyak tenaga
manusia atau alat dan sarana lain yang mahal.
Selain itu dengan cara ini maka pengendaliannya harus sering
dilakukan. Sedangkan dengan cara kimiawi
dapat dilakukan dengan cepat dan relatif lebih murah, tetapi menimbulkan dampak negatif.
Pengendalian hayati merupakan cara
yang cukup efektif untuk dikembangkan
karena bila usaha ini berhasil maka
dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu lama dan tidak perlu sering
diulang. Selain itu penggunaan agen
alami tidak menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan biaya yang dibutuhkan
relatif lebih murah. Namun kelemahan
dari penggunaan agen hayati ini adalah memerlukan waktu yang cukup lama dan
berubahnya status dari agen pengendali hayati menjadi hama baru.
Ikan koan (Ctenopharyngodon idella) atau
biasa disebut grass carp merupakan salah satu agen pengendali hayati gulma air
yang sangat potensial (Sucipto, 2012),
karena dapat mengkonsumsi gulma air sampai 10 kali berat tubuhnya. Sebagai contohnya lebih dari 10 tahun danau
Kerinci telah kembali terbebas dari eceng gondok karena pemanfaatan ikan koan.
Selain itu, produksi ikan koan, juga sudah menjadi komoditas lain yang
memberikan penghasilan kepada para nelayan (Maruli, 2011). Sebagai ikan
pemangsa tanaman air khususnya eceng gondok, ikan koan sangat rakus, dapat
bertumbuh dan berkembang biak dengan cepat, mempunyai cita rasa yang lezat dan kandungan gizinya tergolong tinggi.
Ikan koan berasal dari Siberia
yang merupakan negara sub tropis, tetapi dapat hidup di daerah tropis maupun
sub tropis. Namun untuk perkembangbiakkannya di daerah tropis harus dibantu
melalui proses hipofisasi. Hipofisasi ini dimaksudkan untuk mempercepat
masaknya gonad. Karena ikan memiliki potensi yang sangat besar inilah sehingga
mahasiswa yang mempelajari tentang gulma, khususnya gulma air dan
pengendaliannya harus mengetahui cara melakukan hipofisasi pada ikan koan dalam
rangka membantu reproduksinya.
II. DASAR TEORI
Cara pemijahan ikan grass garp dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Induced breeding
Pemijahan secara Induced Breeding yaitu dengan
menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa ikan donor
atau menggunakan hormon LHRH-a atau ovaprim™. Induk betina disuntik 2 kali
dengan selang waktu 4 s/d 6 jam, apabila menggunakan kelenjar hipofisa 2 dosis
tetapi apabila menggunakan ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg. Penyuntikan pertama
1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian.
Induk jantan disuntik cukup sekali,
menggunakan kelenjar hipofisa 1 dosis, bila menggunakan ovaprim 0,15 ml/kg dan
dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina. Kedua induk ikan setelah disuntik dimasukan
ke dalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa, setelah 6 jam dari
penyuntikan pertama induki betina diperiksa kesiapan ovulasinya setiap 1 jam
sekali, dengan cara diurut secara perlahan. Ikan yang akan memijah biasanya
ditandai dengan saling kejar, perut besar dan lunak, keluar cairan kuning dari
lubang kelamin.
Setelah tanda-tanda tersebut, induk
jantan dan betina diangkat untuk dilakukan stripping (pengurutan) yaitu dengan
mengurut bagian perut ke arah lubang kelamin. Telurnya ditampung dalam
wadah/baki plastik dan pada saat bersamaan induk jantan di-stripping dan
spermanya ditampung dalam wadah yang lain kemudian diencerkan dengan cairan
fisiologis (NaCl 0,9 %) atau cairan Sodium Klorida.
Sperma yang telah diencerkan
dituangkan kedalam wadah telur secara perlahan-lahan serta diaduk dengan
menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih dan diaduk secara merata sehingga
pembuahan berlangsung dengan baik. Untuk mencuci telur dari darah dan kotoran
serta sisa sperma, tambahkan lagi air bersih kemudian airnya dibuang, lakukan
beberapa kali sampai bersih, setelah bersih telur dipindahkan kedalam wadah
yang lebih besar dan berisi air serta diberi aerasi, biarkan selama kurang
lebih 1 jam sampai mengembang secara maksimal.
2.
Induced spawning
Pemijahan secara Induced Spawning perlakuannya sama
seperti pemijahan Induced Breeding,
hanya setelah induk jantan dan betina disuntik, dimasukan ke dalam bak
pemijahan dan dibiarkan sampai terjadi pemijahan secara alami.
Setelah memijah maka induk jantan
dan betina dikeluarkan dari bak pemijahan dan telur yang sudah dibuahi
ditampung dalam wadah yang berisi air serta diaerasi dan dibiarkan sampai
mengembang secara maksimal.
3.
Penetasan Telur
Penetasan dilakukan di dalam hapa
corong berdiameter 40 cm dan tinggi 40 cm dengan mengalirkan air dari bawah
untuk memutar air yang berisi telur agar tidak menumpuk. Padat penebaran telur
10.000 butir/corong. Telur akan menetas dalam waktu 20-24 jam pada suhu 29°C. Selain
di dalam hapa corong penetasan dapat juga dilakukan di dalam akuarium (40 x 60
x 40) cm yang dilengkapi dengan aerasi. Padat tebar telur 5.000 butir/akuarium
pada suhu 26 s/d 29°C, telur akan menetas dalam waktu 20-24 jam.
4.
Pemeliharaan Larva
Setelah menetas larva di pelihara
dalam corong yang sama, namun sebelumnya telur-telur yang tidak menetas di
buang dahulu. Lama pemeliharaan dalam corong 4 hari. Apabila telur ditetaskan
dalam akuarium , setelah menetas larva bisa dipelihara di akuarium yang sama
namun sebelumnya telur yang tidak menetas dan ¾ bagian air di buang dahulu dan
diisi air yang baru. Larva yang sudah berumur 4 hari bisa langsung di tebar di
kolam pendederan, atau di beri pakan alami berupa nauplii Artemia, Brachionus
atau Moina. Pemeliharaan larva dalam akuarium selama 10 hari, air harus di
ganti setiap hari sebanyak 2/3 bagian.
III. METODE
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah :
|
|
Bahan yang dibutuhkan adalah :
- Aquabidest
- Ikan koan
- Ikan donor (ikan mas Majalaya)
- Alkohol 95%
b. Langkah Kerja :
1.
siapkan alat untuk melakukan
penyuntikan hipofisa
2.
siapkan ikan koan dan ikan
donornya
3.
timbang ikan koan disesuakan
dengan berat ikan donor (ikan mas majalaya)
4.
ikan donor dipotong bagian
kepalanya untuk diambil hipofisanya
5.
kelenjar hipofisa diletakkan di
atas tisu yang bersih
6.
kelenjar hipofisa dari ikan donor
digerus dengan alat penggerus
7.
dilarutkan dengan aqubides
8.
larutan hasil gerusan
disentrifugasi
9.
larutan hipofisa yang telah
disntrifugasi diambil dan disuntikan pada ikan koan pada bagian siripnya
III.
PEMBAHASAN
Proses reproduksi ikan koan seperti
halnya mahluk hidup yang lain, harus melalui tahap pematangan gonad.
Tanda-tanda induk yang telah matang gonad: Betina,
perut mulai bagian dada sampai ke arah pengeluaran membesar, bila ditekan
terasa lembek, lubang kelamin agak kemerahan dan agak menyembul keluar serta
gerakan relatif lamban. Jantan, dibandingkan
dengan betina bentuk badan relatif lebih langsing, sirip dada bagian atas kasar
dan bila perut diurut kearah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih
(sperma).
Pemasakan gonad ikan koan harus
dibantu dengan penyuntikan hipofisa, yang terlebih dahulu dimulai dengan
penyiapan alat seperti yang tertera pada bab II:
|
|
||||
|
|
||||
Gambar 1.
a) alat penggerus dan quabides; b)
balok sebagai alas; c) sentrifuge,
d)pinset, jarum suntik, dan cawan petri
(sumber: koleksi probadi)
|
Untuk melakukan penyuntikan
dibutuhkan ikan koan yang sudah siap, jadi perlu dipilih ikan koan jantan dan
betina dan ikan donor yang sudah cukup
umur ± 1 tahun (gambar 1). Ciri-ciri fisik ikan ini adalah warna abu-abu gelap
kekuningan dengan campuran perak kemilau, badan memanjang, kepala lebar dengan
moncong bulat pendek, gigi paringeal dalam deretan ganda dengan bentuk seperti
sisir. Ikan grass carp dapat mencapai ukuran panjang maksimal 120cm dan bobot
tubuh 20 kg. Induk ikan grass carp sudah dapat memijah pada umur 3 - 4 tahun dengan berat betina mencapai 3 kg dan
jantan 2 kg. Pemijahan biasanya terjadi pada musim penghujan (Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar, 2010).
Gambar 2. Ikan koan yang sudah cukup umur
untuk
proses hipofosasi (Sumber: Koleksi pribadi)
Untuk satu kali proses hipofisasi
diperlukan 2 ikan koan (jantan dan betina) dan 3 ikan donor. Sebelum proses ini dilakukan, imbang ikan
donor (ikan mas Majalaya karena ikan ini netral yaitu dapat menjadi donor untuk
berbagai ikan), harus ditimbang agar sesuai dengan berat ikan koan, dimana
berat ikan donor harus 1,5 kali berat ikan koan.
Gambar 3. Ikan mas Majalaya yang dipakai
sebagai donor kelenjar hipofisa
(Sumber: Koleksi pribadi)
Langkah pertama yang harus dilakukan
adalah memotong kepala Ikan donor dan ketika dipotong ikan
harus dalam posisi tegak tegak. Setelah itu belah kepala bagian atas (bagian
otaknya), dilakukan dengan hati-hati
agar otak dan kelenjar hipofisanya tidak rusak.
|
|
Gambar 3. Proses pemotongan kepala ikan donor
(Sumber: Koleksi pribadi)
Langkah selanjutnya, setelah
kelenjar hipofisa terlihat (bentuknya
bulat berwana putih dan berukuran kecil), maka diambil dengan pinset, lalu
diletakkan diatas tisu yg bersih, tetapi sebelumnya dimasukkan terlebih dahulu
ke dalam cawan petri yang sudah diberi alkohol 95 %, dengan tujuan untuk
mensterilkan kelenjar hipofisa sebelum disuntukan ke ikan koan.
|
|
|
Gambar 4. a) letak hipofisa pada bagian kepala
ikan donor:dibawah jaringan otak;
b) kelenjar hipofisa yang ditrerilkan dalam
alkohol 95 %; c) kelenjar
hipofisa yang dikeringkan dengan kertas tisue
(Sumber: Koleksi pribadi)
Setalah dibiarkan diatas tisu untuk
mengeringkan sisa alkohol, kelenjar
hipofisa tersebut digerus dengan menggunakan penggerus sampai lumat (dalam
proses ini kelenjar tadi diangkat menggunakan pinset secara hati-hati dan
diletakkan pada tangkai penggerus yang kemudian diamasukkan dalam tabung
penggerus. Penggerusan dilakukan dengan memutar-mutar tangkai penggerus di
dalam tabung sampai kelenjarnya, hancur sambil ditambahkan aquabides secara
perlahan-lahan dengan takaran 1 – 2mL dengan menggunakan jarum suntik). jika tidak ada alat penggerus dapat
menggunakan sendok yang bersih.
|
|
Gambar 5. a) peletakan jaringan
hipofisa pada tangkai penggerus;
b) penggerusan
dilakukan dengan memutar-mutar
tangkai penggerus pada
lubangnya (Sumber: Koleksi pribadi)
Setalah membentuk larutan, larutan
tersebut diambil dengan menggunakan jarum suntik dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi untuk disentrifugasi selama beberapa menit. Tujuan dari sentrifugasi
adalah untuk memisahkan cairan dan endapannya.
Jika alat sentrifugasi tidak ada maka kita biarkan/diamkan selama beberapa
waktu agar terpisah antara endapan dan cairan tersebut. Ciran yang biasanya
terdapat pada lapisan atas, diambil
dengan cara menyedotnya menggunakan jarum suntik.
|
|
Gambar 6.a) pengambilan hasil gerusan
kelenjar hipofisa;
b) sentrifugasi hasil gerusan kelenjar
hipofisa (Sumber: Koleksi pribadi)
Langkah selanjutnya adalah
penyuntikan. Sebelum dilakukan penyuintikan harus dipastikan terlebih dahulu di
dalam jarum suntik tersebut tidak terdapat udara. Penyuntikan harus dilakukan
pada ikan koan dengan posisi tegak. Ikan koan betina disuntik sebanyak dua
kali, dimana suntikan pertama dilakukan dibawah sirip sebelah kanan pada sisik
no 3 dari atas. Penyuntikan yang kedua dilakukan dengan selang waktu sekitar 4
– 6 jam setelah penyuntikan pertama. penyuntikan kedua pada ikan koan betina
dilakukan di sebelah kiri (bagian yang bersebelahan dengan bagian pada
penyuntikan pertama. Ikan koan jantan disuntik bersamaan dengan penyuntikkan
ikan koan betina yang kedua
|
|
Gambar 7. tempat peyuntikan hipofisa pada ikan koan (Sumber:
Koleksi pribadi)
Setelah semua ikan disuntik maka
masukkan kedua ikan dalam kolam yang sudah disediakan (proses fertilisasi).
Jika proses penyuntikan cairan hipofisa ini berhasil biasanya pada 9 – 12 jam
setelah penyuntikan pertama akan terjadi ovulasi, Namun jika tidak berhasil
maka dilakukan plotot (dengan cara diurut secara perlahan). Ikan yang akan
memijah biasanya ditandai dengan saling kejar, perut besar dan lunak, keluar
cairan kuning dari lubang kelamin. Setelah tanda-tanda tersebut, induk jantan dan
betina diangkat untuk dilakukan stripping (pengurutan) yaitu dengan mengurut
bagian perut ke arah lubang kelamin. Telurnya ditampung dalam wadah/baki
plastik dan pada saat bersamaan induk jantan di-stripping dan spermanya
ditampung dalam wadah yang lain kemudian diencerkan dengan cairan fisiologis
(NaCl 0,9 %) atau cairan Sodium Klorida (Mano, 2012).
|
|
Gambar 8.
perbedaan jenis kelamin ikan koan:
a) ikan jantan; b) ikan betina (Sumber: Koleksi
pribadi)
Sperma yang telah diencerkan
dituangkan kedalam wadah telur secara perlahan-lahan serta diaduk dengan
menggunakan bulu ayam. Tambahkan air bersih dan diaduk secara merata sehingga
pembuahan berlangsung dengan baik. Untuk mencuci telur dari darah dan kotoran
serta sisa sperma, tambahkan lagi air bersih kemudian airnya dibuang, lakukan
beberapa kali sampai bersih (Respati, 1998). Telur yang akan dihasilkan, baik dari
proses pembuahan alami maupun proses pengurutan kemudian dimasukkan ke dalam
corong kain yang ujungnya disambungkan dengan selang untuk menghasilkan
turbelensi karena gerakan air yang akan keluar lewat seang ke arah kolam
melalui corang (sering disebut hapa) tersebut. Tujuan dari langkah ini adalah
agar telur tidak menggumpal (mengumpul) karena jika telur menumpuk (menggumpal)
maka telur-telur tersebut tidak akan
menetas.
Laporan ini disertai
dengan video untuk melengkapi pemahaman tentang cara penyiapan alat dan cara
penyuntikan hipofisa pada ikan koan yang dilakukan oleh teknisi pada Balai
Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan.
IV.
PENUTUP
Kesimpulan
Proses
hipofisasi merupakan suatu cara untuk mengembangkan ikan koan pada daerah
tropis. Cara ini dilakukan dengan cara mengambil kelenjar hipofisa dari ikan
donor dan ikan yang biasanya digunakan untuk proses ini adalah ikan ikan mas
Majalaya karena ikan ini netral yaitu dapat menjadi donor untuk berbagai ikan,
dimana berat ikan donor harus 1,5 kali berat ikan koan. Penyuntikan ikan koan
betina sebanyak dua kali, dimana suntikan pertama dilakukan dibawah sirip
sebelah kanan pada sisik no 3 dari atas. Penyuntikan yang kedua dilakukan
dengan selang waktu sekitar 4 – 6 jam setelah penyuntikan pertama. penyuntikan
kedua pada ikan koan betina dilakukan di sebelah kiri (bagian yang bersebelahan
dengan bagian pada penyuntikan pertama. Ikan koan jantan disuntik bersamaan
dengan penyuntikkan ikan koan betina yang kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,
S. 1971. Problems and Control of aquatic weeds in Indonesian Open Waters.
Proceeding 1st Indonesian Weed Science Conference. Bogor.
Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi., 2010. Teknik
Pembenihan Ikan Grass Carp (Ctenopharyngodon idella). Website
: www.bbpbat.net. Diakses tanggal 16 Mei
2012, pkl. 20.00 WIB
Mano, D.,
2012. Budidaya Ikan Koan Berantas Enceng Gondok. Antara News. http://www.antaragorontalo.com/berita/178/budidaya-ikan-koan-berantas-enceng-gondok.html.
Diakses tanggal 16 Mei 2012, pkl. 19.30 WIB
Maruli, A. 2011. Ikan
Koan Bersihkan Eceng Gondok Danau Kerinci. Antara News. http://www.antaranews.com/berita/259262/ikan-koan-bersihkan-eceng-gondok-danau-kerinci.
Diakses tanggal 16 Mei 2012, pkl. 20.05 WIB
Mitchell,
D.S. 1972. The Kariba Weed: Salvinia
molestaI. British Fern Gezette
Respati, H.
1998. Budidata Ikan Kowan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sucipto, A., 2012.
Budidaya ikan koan. http://www.adisucipto.com/2012/02/ budidaya-ikan-koan/. Diakses
tanggal 16 Mei 2012, pkl. 19.40 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar